Meskipun demikian, teknik amoniasi dapat mengubah jerami menjadi makanan ternak yang potensial dan berkualitas karena dapat meningkatkan daya cerna dan kandungan proteinnya. Sejumlah negara di dunia seperti, Tunisia, Mesir, dan Algeria telah melakukan teknik amoniasi jerami padi ini sejak lebih dari 15 tahun yang lalu (Chenost, 1997)
INDONESIA merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Posisi Indonesia terletak pada garis khatulistiwa sebagai kumpulan dari ribuan pulau-pulau kecil (archipelago). Keadaan alam seperti ini menghasilkan iklim yang sangat mendukung bagi kelangsungan hidup berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Kondisi tersebut telah menjadikan Indonesia sebagai negara agraris dan maritim yang sangat subur.
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang sangat besar dalam sektor pertanian. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menjadikan pertanian sebagai komoditas usaha dan profesi. Hal tersebut terlihat dari banyaknya daerah-daerah di Indonesia yang dijuluki sebagai lumbung padi. Kebutuhan pa-ngan dalam negeri dapat dipenuhi sebagian oleh sektor pertanian. Produktivitas pertanian tanaman pangan di Indonesia setiap tahunnya memiliki jumlah yang cukup besar.
Meskipun demikian, dalam setiap panen raya pertanian tanaman pangan di Indonesia ini selalu membawa hasil sampingan atau limbah pertanian yang cukup besar pula. Setiap tahunnya dihasilkan limbah pertanian yang sangat berlimpah hingga mencapai jutaan ton. Limbah pertanian ini terdiri atas jerami padi, daun jagung, batang jagung, daun kedelai, daun kacang tanah, dan ubi kayu. Jerami padi merupakan limbah pertanian terbesar dengan jumlah sekira 20 juta ton per tahun. Sebagian besar jerami padi tidak dimanfaatkan, karena selalu dibakar setelah proses pemanenan.
Di lain pihak, sektor peternakan membutuhkan makanan ternak (pakan) yang harus tersedia sepanjang waktu. Penyediaan makanan ternak merupakan persyaratan mutlak bagi pengembangan usaha peternakan. Makanan ternak harus tersedia sepanjang musim untuk menjaga agar arus pendanaan (cash flow) dalam usaha peternakan tetap stabil.
Oleh karena itu, limbah pertanian berupa jerami padi harus dapat dimanfaatkan menjadi makanan ternak. Pemanfaatan jerami padi ini sangat diperlukan untuk menjaga ketersediaan makanan bagi ternak sepanjang waktu. Atas dasar pertimbangan itu, diperlukan penggunaan teknologi dalam mengolah jerami padi menjadi makanan ternak berkualitas sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh ternak. Teknologi pengolahan jerami yang telah berkembang dan mudah pengerjaannya adalah pengolahan dengan menggunakan teknik amoniasi.
Teknik amoniasi
M. Chenost, seorang peneliti dari Institut national de la recherche agronomique (INRA) dalam bukunya yang berjudul Roughage Utilization in Warm Climate menjelaskan, pengolahan jerami terdiri atas beberapa teknik, yaitu teknik perlakuan fisik (physical treatment technique), perlakuan biologis (biological treatment), dan perlakuan kimiawi (chemical technique). Teknik amoniasi jerami padi tergolong sebagai teknik perlakuan kimiawi. Tujuannya agar konstituen dari jerami yang berkualitas rendah dapat dicerna enzim pencernaan, sehingga dapat meningkatkan daya cerna (digestibility) dan jumlah jerami yang dimakan (intake).
Jerami merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya. Jika jerami padi langsung diberikan kepada ternak tanpa melalui proses pengolahan, maka jerami padi ini akan tergolong sebagai makanan ternak yang berkualitas rendah. Jerami padi memiliki kandungan zat gizi yang minim, kandungan protein yang sedikit, dan daya cernanya rendah.
Meskipun demikian, teknik amoniasi dapat mengubah jerami menjadi makanan ternak yang potensial dan berkualitas karena dapat meningkatkan daya cerna dan kandungan proteinnya. Sejumlah negara di dunia seperti, Tunisia, Mesir, dan Algeria telah melakukan teknik amoniasi jerami padi ini sejak lebih dari 15 tahun yang lalu (Chenost, 1997)
Prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah penggunaan urea sebagai sumber amoniak yang dicampurkan ke dalam jerami. Urea yang akan dicampurkan tersebut dapat dilarutkan ke dalam air terlebih dahulu (cara basah) atau langsung ditaburkan pada setiap lapisan jerami yang akan diamoniasi (cara kering). Pencampuran urea dengan jerami harus dilakukan dalam kondisi hampa udara (an-aerob) dan proses amoniasi jerami ini memerlukan penyimpanan selama satu bulan.
Teknik amoniasi dapat meningkatkan daya cerna jerami. Ternak akan lebih mudah mengonsumsi jerami hasil amoniasi dibandingkan dengan jerami yang tidak diolah. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silika yang merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna jerami bagi ternak.
Lignin merupakan zat kompleks yang tidak dapat dicerna oleh ternak. Lignin ini terkandung dalam bagian fibrosa dari akar, batang, dan daun pada tumbuhan. Jerami dan rumput-rumput kering mengandung lignin yang sangat banyak.
Selulosa adalah suatu polisakarida yang mempunyai formula umum seperti pati. Terdapat sebagian besar dalam dinding sel dan bagian-bagian berkayu dari tumbuh-tumbuhan. Kapas hampir merupakan selulosa murni. Selulosa tidak dapat dicerna dan tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan kecuali pada hewan ruminansia (sapi, domba, dan kambing) yang mempunyai mikroorganisme selulotik dalam rumennya. Mikroba tersebut dapat mencerna selulosa dan memungkinkan hasil akhir dari pencernaan bermanfaat bagi si hewan (Anggorodi, 1984).
Teknik amoniasi dapat meningkatkan kualitas gizi jerami padi agar dapat bermanfaat bagi ternak. Teknik amoniasi ini dapat menambah kadar protein kasar (crude protein) dalam jerami. Kadar protein kasar tersebut diperoleh dari amoniak di dalam urea yang berperan dalam memuaikan serat selulosa. Pemuaian ini memudahkan penetrasi enzim selulosa dan meningkatkan kandungan protein kasar melalui peresapan nitrogen dalam urea.
Jerami padi yang telah diamoniasi memiliki nilai energi yang lebih besar dibandingkan jerami yang tidak diolah. Proses amoniasi sangat efektif dalam menghilangkan alfatoksin dalam jerami. Jerami yang telah diamoniasi akan terbebas dari kontaminasi mikroorganisme jika jerami tersebut telah diolah dengan mengikuti prosedur yang benar secara hati-hati.
Prosedur pembuatan
Untuk menghasilkan jerami amoniasi yang berkualitas, maka dibutuhkan bahan yang berkualitas pula. Bahan dasar dari pembuatan jerami amoniasi ini adalah jerami padi yang tersisa setelah pemanenan. Jerami padi yang akan diamoniasi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu, jerami harus dalam kondisi kering, tidak boleh terendam air sawah atau pun air hujan, dan harus dalam keadaan baik (tidak busuk atau rusak).
Jika telah diperoleh bahan jerami yang berkualitas, maka langkah selanjutnya adalah penimbangan dan pengikatan. Penimbangan dilakukan agar diperoleh jerami amoniasi yang sesuai dengan kebutuhan peternak. Sebelum diikat, jerami harus dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kotak kayu berbentuk balok dengan tinggi sekira 50 cm. Kotak kayu tersebut berfungsi untuk mengemas jerami menjadi padat dan berbentuk balok sehingga akan memudahkan penanganan. Setelah diikat, jerami tersebut dapat dikeluarkan kembali dari kotak kayu.
Kemudian, jerami yang telah diikat harus ditaburi urea sebagai sumber amoniak. Penaburan urea ke dalam ikatan jerami harus dilakukan secara merata di setiap lapisan. Hal tersebut harus dilakukan agar proses amoniasi jerami padi berjalan dengan baik.
Dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami jumlahnya sekira 4%-6% dari berat jerami. Dengan kata lain, setiap 100 kg jerami padi yang akan diamoniasi membutuhkan urea sebanyak 4-6 kg. Jika dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami terlalu banyak, maka urea tersebut tidak akan memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai nutrisi pada jerami. (Schiere & Ibrahim,1989)
Jerami yang telah ditaburi urea harus segera dibungkus dengan rapat. Bahan pembungkus yang digunakan biasanya berupa lembaran plastik dengan ketebalan yang cukup memadai. Pembungkusan ini sangat penting dilakukan agar tercipta kondisi hampa udara (an-aerob). Proses amoniasi harus berlangsung tanpa kehadiran udara, sehingga pembungkusan harus dilakukan secara hati-hati. Untuk mencegah kebocoran, jerami yang telah ditaburi urea dapat dibungkus dengan lembaran plastik sebanyak dua lapis atau lebih.
Setelah itu, jerami yang telah terbungkus harus disimpan di tempat yang teduh dan terhindar dari air hujan. Untuk mengoptimalkan penggunaan gas amoniak oleh jerami, maka di atas plastik pembungkus sebaiknya diberi beban agar ada tekanan ke bawah. Proses penyimpanan ini membutuhkan waktu selama 1 bulan atau 30 hari.
Satu bulan kemudian, jerami yang terbungkus dapat dibuka dari kemasannya. Pembukaan tersebut harus dilakukan secara hati-hati karena akan membuat mata menjadi perih. Jerami amoniasi yang baik ditandai dengan bau amoniak yang sangat menyengat. Oleh karena itu, jerami amoniasi tersebut harus dibiarkan di udara terbuka terlebih dahulu agar bau amoniak dapat berkurang.
Jerami amoniasi harus disimpan di ruang penyimpanan beratap dengan ventilasi yang memadai. Jika jerami amoniasi dibiarkan di udara terbuka dan terkena air hujan, maka akan terjadi proses pelapukan atau dekomposisi pada jerami tersebut. Penyimpanan dengan jangka waktu lama membutuhkan jerami amoniasi dengan kadar air sebanyak 20%. Penyimpanan dapat dilakukan hingga satu tahun dengan kualitas yang tetap terjaga.
Jerami amoniasi dapat diberikan pada ternak dalam bentuk utuh. Jerami amoniasi yang akan diberikan pada ternak dapat dicampur dengan molases (produk sampingan dari ekstraksi gula yang berasal dari tumbuhan) untuk meningkatkan palatabilitas dan mengimbangi kandungan kandungan nitrogen non-protein pada urea. Pemberian jerami amoniasi sebagai makanan pokok membutuhkan air minum sebagai faktor yang sangat perlu diperhatikan.
Tindak lanjut
Pengolahan limbah pertanian berupa jerami padi menjadi makanan ternak harus disosialisasikan agar penggunaannya dapat dilakukan oleh masyarakat secara luas. Teknik amoniasi jerami padi ini harus dipertimbangkan penggunaan dan pembangunannya oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam bidang peternakan. Penggunaan teknologi amoniasi dalam mengolah jerami padi membutuhkan pengembangan secara intensif agar dapat memberdayakan sumber daya lokal dan menghindari ketergantungan impor makanan ternak.
Penyediaan makanan ternak merupakan bagian integral dari pembangunan peternakan secara umum. Kelangkaan makanan ternak harus diatasi dengan penggunaan berbagai macam alternatif dalam bahan maupun pengolahan. Makanan ternak yang selalu tersedia sepanjang waktu dengan diiringi sistem pemeliharaan terpadu akan menciptakan sektor peternakan yang tangguh dan berkelanjutan